yang kaya, banyak duit, pekerjaanya enak yang pasti lebih di hargai di bandingkan dengan yang pekerja bawahan, pesuruh, tukang bersih bersih.
Namun sebetulnya hakekat manusia itu sangatlah sama di hadapan tuhan, kita tidak perlu membeda bedakan. yang nantinya kita menjadi hina pula karena itu..
Office Boy atau lebih akrab di sebut dengan OB memang sebuah pekerjaan yang bisa dibilang paling rendah didalam struktrur pekerjaan jabatan dikantor.
Tapi jangan salah tafsir ya.. siapa bilang kalau OB tidak bisa kaya? kan OB juga manusia..selagi kita Yakin, Manu Berusaha, Kerja Keras, Semangat 45. dan jangan lupa diiringi doa dan restu kedua ortu, insyaallah kita pasti berhasil.
Nah berikut ini Ada 2 OB yang sukses dan terkenal yang patut di jadikan motivasi buat kawan2 semua, Kedua OB ini memiliki bisnis yang berbeda, yang satu usaha kuliner, dan yang satunya lagi usaha jualan ONLINE.
Dibawah ini kedua OB yang sukses:
1. A Pramono OB Sukses Usaha Kuliner
Kisah perjalanan hidup A Pramono (34) mirip cerita sinetron.
Belasan tahun lalu, ketika pria kelahiran Madiun ini mengadu nasib ke Ibu Kota
Jakarta, ia memulainya dengan menjadi office boy di sebuah perusahaan swasta.
Lalu ia beralih menjadi pedagang ayam bakar di pinggir jalan. Ternyata sukses.
Kini Pramono sudah menjadi miliarder yang memiliki banyak usaha. Siapa yang
tidak ngiler?
Ayah satu anak yang akrab dipanggil Mas Mono ini buru buru
menambahkan bahwa sukses bisa diraihnya setelah melewati proses yang cukup
panjang. la meyakini, dalam hidup ini tidak ada sesuatu yang instan. Artinya,
kalau ingin sukses mesti lewat perjuangan.
“Orang tidak tahu dan mungkin tidak mau tahu, ketika memulai
usaha ini saya harus ke pasar jam tiga dinihari. Jam empat subuh sudah
menyalakan kompor, ketika kebanyakan orang masih tidur,” ujar Pramono.
Awalnya, suami Nunung ini berjualan ayam bakar di pinggir
Jalan Soepomo, Jakarta Selatan, persisnya di seberang Universitas Sahid. Di
tempat itu, setiap hari-kecuali hari libur dia menggelar tenda, bangku dan meja
untuk berdagang.
Dengan memakai kaus, celana gombrang dan sandal jepit, dia
setia melayani pembeli yang datang dari pagi sampai pukul 14.00. Sebagian
pembelinya adalah mahasiswa dan orang kantoran yang bekerja di wilayah
tersebut.
“Tapi ya namanya dagang kaki lima, ada gilirannya. Saya
dagang dari pagi sampai siang. Dagangan habis nggak habis saya harus tutup.
Lalu, jam 14.00 diganti pedagang lain yang menjual nasi goreng, pecel lele dan
seafood,” tutur Pramono sambil memperlihatkan foto lamanya di laptop.
Pria yang menamatkan S3 (maksudnya tamat SD, SMP, SMA) di
Madiun ini belakangan akrab dengan laptop karena dia menjadi salah seorang
mentor nasional dari Entrepreneur University (EU). Foto-foto lamanya itu
menjadi salah satu bahan presentasinya ketika membawakan materi tentang
wirausaha.
Menurut Pramono, sejak dulu dia suka fotografi tapi hanya
sebatas hobi. Bukan karena dia tahu akari sukses. Jika diamati, foto Pramono
saat masih berjualan di pinggir jalan dan saat ditemui Warta Kota beberapa hari
lalu, memang berbeda jauh. Dulu dia terlihat kurus, sekarang tampak macho dan
keren.
“Ya, bedalah Mas. Dulu tidak terawat, sekarang terawat. Dulu
nggak punya tabungan,sekarang tabungan banyak di bank,” ujarnya sambil
menunjukkan tabungannya yang pernah mencapai persis Rp 1 miliar.
Salah satu kebiasaan positif yang dimiliki Pramono dan
sangat memberi inspirasi adalah kesenangannya belajar sesuatu yang baru untuk
meningkatkan kualitas hidupnya. Tahun 1999, ketika menjadi office boy di sebuah
perusahaan swasta, Pramono selalu memanfaatkan,waktu luangnya dengan belajar
komputer. Bukan bermain bermain game seperti kebanyakan orang. Sebab dia tahu,
dengan menguasai keterampilan itu kariernya bisa naik dan gajinya juga akan
lebih besar.
Pramono benar, karena kariernya terus meningkat hingga
akhirnya diangkat menjadi supervisor. Meski jabatannya cukup tinggi tapi dia
terus tertantang untuk meningkatkan taraf hidupnya. Cita-citanya cuma satu,
bagaimana caranya lebih membahagiakan orang-orang yang dicintai, keluarga dan
orangtuanya.
Akhirnya, tahun 2001 dia keluar dart perusahaan tersebut dan
memulai usaha dengan berjualan gorengan keliling di seputar,wilayah Pancoran,
Jakarta Selatan. Langkahnya rada ekstrem. Sebab, bagi Pramono, untuk memulai usaha
tidak perlu banyak berpikir, apalagi menghitung rugi laba. Yang terpenting
adalah melakukan action.
“Banyak saudara saya yang tidak terima dengan keputusan itu.
Apalagi pada awal-awal berdagang, omzetnya baru Rp 15.000 sampai Rp 20.000 per
hari,” ujarnya.
Meski menghadapi banyak tantangan, Pramono tidak mau mundur.
Sampai akhirnya dia mendapat lapak kosong di seberang Universitas Sahid. Dengan
modal Rp 500.000 untuk membeli gerobak dan peralatan lainnya, termasuk ayam
lima ekor, Pramono membuka lembaran barunya dengan menjual ayam bakar. Namun
karena belum mahir mendorong gerobak, pernah suatu ketika ayam dagangan jatuh
ke pasir. Terpaksa ayam tersebut harus dibersihkan dulu.
“Kalau orang lain mungkin sudah mikir macam-macam. Wah ini
tanda sepi, nggak laku, karena baru mau jualan ayamnya sudah jatuh, sial.
Namun, kalau saya justru berpikir lain. Wah, ini pertanda bagus, dagangan saya
bakal laku. Sebab, saya menggunakan otak kanan. Selalu optimis dan percaya
dirt,” tegas Pramono.
Terlepas dart peristiwa itu, beberapa tahun kemudian usaha
Ayam Bakar Mas Mono berkembang pesat. Dia mempunyai 13 cabang dan dalam satu
hari bisa menjual 1.000 ekor ayam. “Sampai sekarang saya merasa seperti mimpi.
Kok bisa ya,” kata Pramono.
0 0 komentar: